Archive for the ‘Semester 7’ Category

Kasus

Metrotvnews.com, Jakarta: Jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2013 mencapai 28,55 juta jiwa atau 11,47% dari populasi. Jumlah tersebut bertambah sejak Maret 2013 yang berjumlah 28,07 juta jiwa.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan salah satu penyebab meningkatnya jumlah penduduk miskin selama Maret-September 2013 ialah karena baiknya harga sembako, termasuk kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013.

“Penaikan harga beras, beberapa bahan pokok eceran seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai merah, serta meningkatnya tingkat pengangguran terbuka juga jadi faktor penyebab meningkatnya jumlah penduduk miskin,” kata Suryamin di Jakarta, Kamis (2/1).

Kebanyakan jumlah penduduk miskin per September 2013 masih terkonsentrasi di Maluku dan Papua yang mencapai 24,24%. Sementara Jawa menyumbang 10,98%, Sumatra 11,53%, Bali dan Nusa Tenggara 14,49%, Sulawesi 17,75%, dan Kalimantan 6,66%.

Dilihat dari daerahnya, penduduk miskin masih banyak di perdesaan. Per September 2013 terdapat 17,92 juta jiwa penduduk miskin di perdesaan. Sementara di perkotaan 10,63 juta jiwa.

Sumber: http://microsite.metrotvnews.com/metronews/read/2014/01/02/3/204929/Penduduk-Miskin-Indonesia-Bertambah

 

Analisa kasus

Menurut saya, kemiskinan di daerah pedesaan yang terjadi dikarenakan ketidakmerataan pendidikan, pembangunan pada daerah pedesaan. Adapun pada daerah perkotaan yang terdapat warga miskin yakni merupakan masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota. Mereka ingin mengadu nasib mencari pekerjaan di kota. Dengan persepsi dari masyarakat desa bahwa mencari pekerjaan di perkotaan itu menarik, hal ini membuat terus bertambahnya populasi kemiskinan di daerah kota.

Pada berita tersebut, disebutkan bahwa populasi kemiskinan lebih banyak terjadi di daerah pedesaan ketimbang di perkotaan. Menurut saya hal ini karena faktor pemerataan dari segi pendidikan atau pembangunan daerah yang belum merata. Mayoritas masyarakat di pedesaaan ini lebih memilih tidak melanjutkan pendidikan lebih tinggi lagi karena faktor ekonomi. Di daerah pedesaan masih sedikit lembaga pendidikan yang tersebar jika dibandingkan dengan di kota. Adapun jika ingin melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi tentunya harus memiliki tabungan yang lebih untuk biayanya. Itulah hambatan masyarakat desa yang lebih memilih untuk berkerja sebagai buruh atau bertani seusai mereka bersekolah guna hanya untuk bisa membaca menulis dan mengitung.

Dengan minimnya tingkat pendidikan pada masyarakat di desa, tentu berdampak pada pengetahuan teknologi informasi yang sedang berkembang pesat saat ini. Sedikitnya ilmu, pengetahuan tentang teknologi yang mereka dapatkan tidak lain mereka akan tersebut sebagai masyarakat daerah tertinggal. Faktor tersebut bisa didasari karena pembangunan yang belum merata. Oleh sebab di pedesaan masih sulit mendapatkan suatu informasi mengenai perkembangan teknologi, maka timbul rasa ingin pergi ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Dengan pendidikan yang masih minim, mereka bertekad melakukan urbanisasi. Sedangkan di perkotaan persaingan di dunia lapangan perkerjaan pun sangat sulit. Hal ini menambah populasi kemiskinan pada daerah perkotaan.

Solusi Kasus

Menurut saya, untuk meminimalisir angka kemiskinan pada daerah pedesaan itu bisa dengan meningkatkan kualitas pendidikan pada daerah pedesaan. Dimana pada setiap sekolah diterapkan ilmu pengetahuan mengenai perkembangan teknologi yang terus berkembang ini lebih ditekankan. Sehingga pola pikir dari anak-anak generasi muda akan ikut berkembang dan tentunya tidak akan tertinggal. Dengan catatan tetap mengawasi anak-anak agar tidak menyalahgunakan perkembangan teknologi yang sedang berkembang pesat ini. Jika pada saatnya mereka tumbuh menjadi dewasa dengan pengetahuannya yang sudah mantap maka mereka akan membangun desa nya agar lebih baik lagi tak kalah dengan daerah kota. Namun, tidak menghilangkan keasrian atau kkhasan daerah desa, tidak menjadikan desa menjadi daerah seperti kota.

Adapun cara lain yaitu dengan menciptakan lapangan pekerjaan secara khusus untuk daerah desa tentu tidak merusak ekosistem pedesaan atau pelatihan-pelatihan khusus untuk masyarakat miskin sehingga mereka bisa bekerja sesuai dengan keahlian dari masing-masing individu.

Dan untuk masyarakat kota seharusnya tidak memanfaatkan daerah desa sebagai sasaran sektor perindustrian dimana hal tersebut akan semakin menambah dan meningkatkan angka populasi kemiskinan di daerah desa. Kalau pun memang akan membangun sektor perindustrian dengan alasan untuk membantu dalam menambah lapangan pekerjaan, tentu keasrian dan kebersihan daerah desa harus tetap terjaga dan harus memikirkan dimana pekerjanya itu berasal dari masyarakat desa itu sendiri jika memang tujuannya itu untuk membantu mengurangi angka populasi kemiskinan.

KASUS DISKRIMINASI DI INDONESIA

Posted: January 15, 2015 in Semester 7

KASUS 

JAKARTA, KOMPAS.com — Identitas keberagaman di Indonesia terus diuji dengan beragam tindakan diskriminasi. Selama 14 tahun setelah reformasi, setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Yayasan Denny JA mencatat, dari jumlah itu paling banyak kekerasan terjadi karena berlatar agama/paham agama sebanyak 65 persen. Sisanya, secara berturut-turut adalah kekerasan etnis (20 persen), kekerasan jender (15 persen), dan kekerasan orientasi seksual (5 persen).

“Semenjak reformasi, diskriminasi yang terjadi lebih bersifat priomordial, komunal, bukan seperti diskriminasi ideologi yang terjadi pada masa Orde Baru,” ujar Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, Minggu (23/12/2012), dalam jumpa pers di Kantor Lingkaran Survei Indonesia (LSI), di Jakarta.

Dari banyaknya kasus diskriminasi yang terjadi, Yayasan Denny JA mendata setidaknya ada lima kasus diskriminasi terburuk pasca 14 tahun reformasi. Kelima kasus itu dinilai terburuk berdasarkan jumlah korban, lama konflik, luas konflik, kerugian materi, dan frekuensi berita. Setiap variabel diberikan nilai 1-5 kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing variabel. Pembobotan skor 50 diberikan pada variabel jumlah korban, skor 40 untuk lamanya konflik, skor 30 untuk luas konflik, skor 20 untuk kerugian materi, dan skor 10 untuk frekuensi berita. Hasilnya, konflik Ambon berada di posisi teratas, yakni dengan nilai 750, kemudian diikuti konflik Sampit (520), kerusuhan Mei 1998 (490), pengungsian Ahmadiyah di Mataram (470), dan konflik Lampung Selatan (330).

“Lima konflik terburuk ini setidaknya telah menghilangkan nyawa 10.000 warga negara Indonesia,” ucap Novriantoni.

Konflik Maluku menjadi konflik kekerasan dengan latar agama yang telah menelan korban terbanyak, yakni 8.000-9.000 orang meninggal dunia, dan telah menyebabkan kerugian materi 29.000 rumah terbakar, 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank hancur. Rentang konflik yang terjadi juga yang paling lama, yakni sampai 4 tahun.

Sementara konflik Sampit yang berlatar belakang etnis, yakni antara Dayak dan Madura, telah menyebabkan 469 orang meninggal dunia dan 108.000 orang mengungsi. Rentang konfliknya pun mencapai 10 hari. Konflik kerusuhan di Jakarta yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 juga tidak kalah hebatnya. Konflik ini menelan korban 1.217 orang meninggal dunia, 85 orang diperkosa, dan 70.000 pengungsi. Meski hanya berlangsung tiga hari, kerugian materi yang ditimbulkan mencapai sekitar Rp 2,5 triliun.

Konflik Ahmadiyah di Transito Mataram telah menyebabkan 9 orang meninggal dunia, 8 orang luka-luka, 9 orang gangguan jiwa, 379 terusir, 9 orang dipaksa cerai, 3 orang keguguran, 61 orang putus sekolah, 45 orang dipersulit KTP, dan 322 orang dipaksa keluar Ahmadiyah. Meski tidak menimbulkan korban jiwa yang besar, konflik ini mendapat sorotan media cukup kuat dan rentang peristiwa pascakonflik selama 8 tahun yang tak jelas bagi nasib para pengungsi.

Konflik kekerasan yang terjadi di Lampung Selatan telah menimbulkan korban 14 orang meninggal dunia dan 1.700 pengungsi. “Secara keseluruhan, negara terlihat mengabaikan konflik-konflik yang sudah terjadi pelanggaran HAM berat. Dalam beberapa kasus bahkan tidak ada pelaku atau otak pelaku kekerasan yang diusut,” katanya.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/12/23/15154962/Lima.Kasus.Diskriminasi.Terburuk.Pascareformasi

ANALISIS KASUS

Menurut saya kasus diskriminasi tersebut bisa terjadi karena hukum mengenai HAM di Indonesia tersendiri bukan merupakan suatu hal yang penting. Sehingga setiap suku, atau etnis bahkan agama pun kurang mendapat perhatian tertentu jika dikaitkan dengan hukum yang sudah diberlakukan UUD. Dampaknya setiap individu yang memang pada dasarnya memiliki ego tersendiri menganggap diri mereka adalah orang-orang yang paling benar. Apalagi jika bagian dari mereka itu menjadi kaum mayoritas, sehingga kaum minoritas pada suatu daerah akan dikucilkan oleh kaum mayoritas. Pemikiran dia lah yang paling benar, paling hebat akan mendoktrin pikiran dari masyarakat untuk menguasai daerah tempat dimana ia tinggal. Masing-masing ingin merasa menjadi yang terpenting dan ingin menguasai dengan perbandingan pikiran mereka tidak sejalan dengan masyarakat yang lainnya. Itulah sebabnya  mengapa di Indonesia ini masih sering kita temui adan kita dengar tentang kasus mengenai konflik yang merujuk pada diskriminasi hak asasi manusia. Ditambah lagi, masalah-masalah yang sangat merugikan negara ini kurang menjadi sorotan penting dimata hukum. Hanya tertulis pada UUD saja tidak terbentuk pada kehidupan nyatanya.

Tidak hanya hal tersebut, diskriminasi pada berita tersebut bisa juga terjadi dikarenakan melekatnya tradisi budaya yang diyakinkan oleh masyarakat sebelumnya (primodial). Di Indonesia ini banyak sekali budaya yang menyebar pada setiap pulaunya. Dari setiap budaya masing-masing memiliki ciri khas, kebiasaan dan adatnya tersendiri. Mengenai adat kebiasaan pasti akan berbeda dari budaya satu dengan budaya yang lainnya. Bahkan jika dalam suatu agama bisa diambil agama islam ini masing-masing setiap masyarakat yang menganutnya memiliki budaya atau kebiasaan yang mereka bawa dari nenek moyangnya terdahulu. Kemudian mereka migrasi ke suatu wilayah dimana tradisi agama islam mereka berbeda, maka hal inipun akan melatar belakangi terjadinya konflik antar agama. Tentu pasti berujung soal diskriminasi antara penduduk asli dengan penduduk pendatang.

SOLUSI PENDAPAT PRIBADI

Menurut saya, konflik-konflik yang terjadi akan menjadikan Indonesia ini menjadi terpecah belah. Jika itu terjadi tentu akan menjadi bagian yang sangat penting karena akan hilang salah satu bagian dari pancasila yaitu ‘Persatuan Indonesia’. Kasus diskriminasi menjadi hal yang penting, jika Indonesia ini saling bersatu pastinya dalam perkembangan untuk negara pun akan menjadi lebih baik. Untuk menjadikan diskriminasi ini berkurang memang harus didasari dari diri sendiri, pola pemikiran masing-masing masyarakatnya. Tidak lepas dari tergantung diri sendiri tentu pemerintah harus membantu mendorong dengan tidak acuh soal hal ini. Lebih menindak lanjuti kasus-kasus diskriminasi yang terjadi. Tidak bersikap kaku dalam arti banyak sekali birokrasi dan syarat dalam penanganannya. Seharusnya yang dilihat itu bukanlah masalah apa yang melatarbelakangi konflik tersebut melainkan apa yang harus dilakukan untuk menyatukan suatu pola pemikiran dari banyak masyarakat yang berbeda-beda mengingat persatuan itu sangatlah penting. Semua ini bukan untuk mereka yang berkonflik, namun untuk Indonesia.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Suatu negara yang memiliki pemandangan hijau, sejuk dan makmur. Kekayaan dan kesuburan Indonesia menjadikan negara-negara dibelahan dunia ingin menguasai negara tercinta ini. Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dari penjajahan bangsa Jepang, dimana bangsa yang telah menjajah Indonesia selama 3,5 tahun. Tumpah darah para pejuang tanpa imbalan, bertekad keinginan teguh untuk mengibarkan Sang Bendera Merah Putihlah yang membawa Indonesia merdeka.

Sehubungan Indonesia merupakan negara kepulauan, tentunya masih ada beberapa daerah yang masih belum menjiwai masa modernisasi. Biasanya masyarakat tersebut  merupakan bagian penduduk yang berada di daerah pedalaman (pedesaan) atau pesisiran, daerah yang penduduknya sulit untuk memperoleh akses dan menikmati secara langsung kemajuan teknologi yang menyelimuti masyarakat dibelahan dunia ini. Sulitnya mendapatkan akses yang dialami penduduk daerah pedesaan ini selain dari faktor ketidakmerataan pembangunan pada otonomi daerahnya, bisa juga dikarenakan keterbatasan biaya hidup yang mengharuskan untuk mereka lebih mementingan kebutuhan primernya.

Namun tidak semua masyarakat pedesaan atau pesisiran yang ada di Indonesia ini sulit memperoleh akses kemajuan teknologi. Masyarakat pedesaan yang berada di pinggiran kota misalnya, mereka pun memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kepentingan hidupnya seperti pekerjaan, untuk usaha, hiburan, komunikasi dll. Bahkan saat ini bisa dikatakan masyarakat pedesaan sudah mulai menjiwai masa modernisasi, menikmati kemajuan teknologi dari masa ke masa.

Hal tersebut bisa juga dilatar belakangi karena bagian dari keluarga yang bekerja di perkotaan dan bertempat tinggal di kota. Sehingga ketika pulang ke desanya, mereka membawa pengaruh tersendiri dari apa yang mereka rasakan,  nikmati dan apa yang mereka alami. Karena sebagian besar masyrakat kota saat ini adalah masyarakat yang berasal dari daerah pedesaan, yang melakukan urbanisasi untuk mencari pekerjaan.

Masyarakat kota yang sangat menjiwai zaman modernisasi pasti akan berbeda dari pola hidup. Dari mulai gaya berpakaian, kebiasaan hidup, bahasa yang digunakan dan pergaulan. Mereka identik dengan semua hal yang “trend”, terkini dan terkesan mengikuti zaman. Dengan adanya teknologi yang semakin maju pesat seperti media sosial, televisi membuat mereka akan terus memperbaharui gaya hidupnya. Yakni gaya hidup mengikuti bangsa asing.

Dampak positif dari kemajuan teknologi bagi masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan adalah masyarakat Indonesia akan semakin berkembang dari pola pikir dan juga menambah ilmu pengetahuan. Karena semua negara yang ada didunia ini pastinya saling bersaing untuk mendapatkan prestasi sebagai negara terbaik.

Adapula dampak negatifnya bagi masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan. Seperti rusaknya pergaulan anak-anak, remaja maupun dewasa. Bahkan semakin kesini, budaya Indonesia semakin lenyap habis dilahap budaya asing. Tari tradisional, kebisaaan-kebiasaan Indonesia yang dahulu, dan lagu-lagu anak-anak pun saat ini sudah tak terdengar alunan nadanya.  Hingga makanan pun menyebar luas di Indonesia dengan makanan khas dari bangsa luar.

Meskipun masyarakat pedesaan masih memegang erat jiwa Indonesia, namun mereka pun sudah terkontaminasi terhadap budaya barat. Akan tetapi tidak seperti masyarakat di kota yang dari semua sisi mengikuti gaya luar. Pola pikir mereka pun berubah, mereka berpikir gaya budaya asing jauh lebih keren dan modis. Dengan berbagai alasan malu dan enggan dicemooh norak, udik jika tidak mengikuti trend terkini. Di kota, hal yang tidak dilakukan masyarakat Indonesia pada dahulu pasti dilakukan, sedangkan di pedesaan mereka masih ada yang memegang penuh hal-hal kebiasaan temurun dari nenek moyang.

Kita tidak harus menutup diri dari kemajuan teknologi yang terus menerus maju berkembang, akan tetapi tugas yang harus kita lakukan adalah kita harus tetap menjaga keutuhan negara Indonesia ini bukan dari sisi persatuan dan kesatuan saja namun keutuhan budaya yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Banyak bangsa dari luar ketika datang ke Indonesia ingin mempelajari budaya Indonesia. Selayaknya kita bangga dengan apa yang dimiliki Indonesia, tetapi teknologi lah yang merubah pola pikir masyarakat Indonesia. Mereka lebih mengagumi bangsa luar, hingga apapun hal kecil pun diikuti oleh mereka.

Menurut saya, masyarakat di perkotaaan saat ini sudah kehilangan rasa percaya diri mereka sebagai masyarakat Indonesia. Mereka lebih percaya diri ketika mereka menjadi orang lain (bangsa asing). Efek langsungnya merembet kepada masyarakat yang berada di pedesaan, mereka yang memiliki televisi maupun sosial media akan melihat bagaimana gaya hidup masyarakat kota. Dari situlah mereka pun mengikuti gaya hidup masyarakat kota. Karena efek dari teknologi saat ini sangat berpengaruh cepat dalam kehidupan bermasyarakat yang ada dibelahan dunia ini. Masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan akan semakin kehilangan jati dirinya jika tidak menyikapi dengan dewasa dan bijak memgenai kemajuan teknologi yang semakin pesat ini. Harus disadari, bersyukurlah karena para pejuang kita telah dengan sukarela mengorbankan nyawanya untuk keutuhan Indonesia secara keseluruhan. Jangan lah kita rusak harapan mereka dengan perilaku kita. Bagaimana mungkin kita telah merdeka namun sebenarnya jiwa kita masih dijajah bangsa asing? Indah itu adalah percaya diri, percaya diri membawa dalam kemajuan disetiap manusia. Berilah contoh pada anak cucu adik kita dimasa yang akan datang dengan dewasa dan bijak dalam menghadapi kemajuan teknologi yang sedang berkembang pesat.

Sumber : Pemikiran Sendiri

Keutuhan Bahasa Indonesia

Posted: October 28, 2014 in Semester 7

Keutuhan Bahasa Indonesia

Penamaan untuk bahasa Indonesia diawali ketika dilaksanakan hari Sumpah Pemuda yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang senantiasa memiliki perasaan hidup dan terus-menerus mewujudkan beberapa kata yang baru, baik melalui proses penciptaan maupun penyerapan yang berasal dari bahasa daerah serta bahasa asing. Pada era globalisasi ini merupakan sebuah hal dan tantangan untuk bangsa Indonesia dalam mempertahankan diri pada posisi di  tengah suasana pergaulan sesama bangsa yang sungguh rumit. Bangsa indonesia pula dituntut untuk segera dapat menyiapkan segala hal untuk dirinya dengan cara penuh perhitungan dan bersifat baik. Maka yang menjadi salah satu hal yang sangat perlu dipantau serta diperhatikan yaitu ada pada masalah jati diri bangsa yang senantiasa diwujudkan dan diperlihatkan lewat jati diri bahasanya.

Mengapa hal ini membuat pendidikan bahasa Indonesia menjadi utama dan sangat penting ? Karena pada era globalisasi ini dengan beragam bentuk pengaruhnya memiliki efek secara luas terhadap aspek-aspek kehidupan, terutama kepada bahasa. Melalui bahasa yang semakin meningkat dan bersifat global, terutama untuk bahasa Inggris, karena bahasa tersebut yang dipakai oleh hampir semua masyarakat yang ada di dunia. Kemudian akan memungkinkan ada pergeseran pada bahasa-bahasa yang terasa menjadi lemah dan tidak mempunyai jati diri yang begitu kuat.

Bahkan untuk di beberapa media cetak maupun media elektronik dapat diketahui bahwa beberapa sosok artis dan masyarakat untuk kelas atas serta dengan yang lainnya mendidik, mengajari, dan memakai bahasa Inggris pada anaknya sejak dimulai dari mereka belajar untuk berbicara pertama kalinya. Dengan beralasan bahwa agar bisa memudahkan dan melonggarkan anaknya kepada suatu kelak nantinya dalam menguasai bahasa asing ketika memasuki era globalisasi, maka dimana saat itu akan dituntut memiliki skill dalam bahasa asing secara benar dan baik.

Hal ini pulalah yang menjadi ironi yang sangat menyedihkan. Oleh karena itu, dengan alasan apapun saja, penggunaan bahasa asing akan dimulai ketika kita belajar berbicara yaitu  pada suatu bentuk sikap yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jadi untuk menjadi kebanggaan terhadap bahasa indonesia yang berperan sebagai bahasa yang berada di tingkat nasional serta bahasa negara yang tidak dapat dibeli dan tergantikan oleh apapun saja.

Mengenai dengan berjalannya masalah dinamika peradaban yang terus mengarah dan bergerak ke arus globalisasi, maka bahasa Indonesia akan dihadapkan kepada permasalahan rumit dan kompleks. Karena hakikatnya bahwa sebagai bahasa komunikasi, pada Artikel Bahasa Indonesia ini  mempunyai tuntutan dalam bersikap luwes dan juga transparan/terbuka pada pengaruh kondisi asing serta posisi/kedudukannya yang sebagai bahasa resmi, maka pada Artikel Bahasa Indonesia seharusnya tetap mampu menampilkan akan jati dirinya sebagai suatu milik bangsa yang beradab dan memiliki budaya yang berada di tengah lingkungan pergaulan antar bangsa di dunia. Hal ini penting untuk segera disadari, sebabnya adalah modernisasi demikian gencarnya dalam membayangi dan memasuki sendi-sendi kehidupan bangsa sungguh dikhawatirkan akan menggerus jati diri bangsa yang kita bangga serta kita mengagungkannya. Pada Artikel Bahasa Indonesia pula dituntut secara kemampuan sebagai bahasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang seiring berjalannya laju perkembangan industri dan IPTEK.

Dengan demikian, dalam Artikel Bahasa Indonesia berarti bahwa bahasa Indonesia sudah harus mampu menerjemahkan dan juga diterjemahkan ke dalam bahasa lain yang terlebih dahulu telah menyentuh dunia industri dan IPTEK. Maka yang menjadi permasalahannya saat ini yaitu , mampukah bahasa Indonesia bisa berdiri secara tegas di tengah tuntutan modernisasi, akan tetapi tetapkah untuk sanggup dalam mempertahankan jati dirinya sebagai milik bangsa beradab dan berbudaya? Atau sanggupkah Artikel Bahasa Indonesia ini menjadi bahasa akan pengembangan IPTEK yang terhormat dan berwibawa, sejajar pula terhadap bahasa-bahasa lain yang terdapat di dunia? Dan masih setia dan berbanggakah para penutur untuk tetap mampu memakai bahasa Indonesia secara benar pada berbagai wacana komunikasi?

Sumber Fenomena Sosial : http://isma-ismi.com/artikel-bahasa-indonesia.html

 

Solusi untuk fenomena sosial yang terjadi untuk artikel tersebut adalah kita tetap menjaga keutuhan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa kesatuan bangsa. Namun, tidak menutup untuk kita mempelajari bahasa asing, sebab belajar, mencoba hal baru merupakan kewajiban kita agar kemampuan kualitas kita semakin meningkat sebagai warga negara Indonesia dimata bangsa asing. Bukan berarti kita tidak belajar bahasa asing, hanya saja penggunaan bahasa Indonesia baik secara keseharian maupun dalam penulisan artikel harus tetap kita jaga sebaik mungkin. Karena ini merupakan bagian dari sejarah yang tidak boleh hilang, dimana Indonesia dapat bersatu, merdeka.

Solusi : Pemikiran sendiri